Dengan semakin modern dan perkembangan teknologi yang semakin pesat, penduduk desa tidak perlu lagi mendaki tinggi ke pegunungan, di mana mereka pernah melihat jejak Yeti. Apakah ini pertanda legenda Yeti mulai menghilang ?

Sebelumnya BBC telah menyiarkan serial radio tentang Yeti yang mencangkup lebih banyak cerita tetapi tidak ada bukti yang kuat.

Seri ini membicarakan tentang sisa-sisa kuno kera besar Gigantopithecus yang ditemukan di Cina, dan berspekulasi bahwa mungkin masih ada di beberapa daerah terpencil di Himalaya.

Andrew Benfield (salah satu narator program) memperoleh kalung rambut Yeti dari seorang pengembala yak di Upper Mustang.

Saat Andrew membawanya pulang dan menganalisisnya, rambut itu mengandung campuran manusia dan beruang.

Saat ini, dunia semakin mengecil dengan wilayah Himalaya kini hampir dieksplorasi secara menyeluruh, dan jika Yeti masih berkeliaran, seseorang akan melihat dan merekamnya dengan baik menggunakan ponsel yang semakin canggih.

Namun, jika Yeti masih ada, tampak masuk akal bahwa saat ini keberadaan mereka sangat terancam punah, terbukti dengan berkurangnya penampakan yang terjadi belakangan ini.


Mengenai mengapa banyak penjelajah yang telah melihat jejak Yeti tetapi tidak satupun dari mereka telah melihat Yeti dalam keadaan hidup, dijelaskan dengan sebuah kisah yang pernah diceritakan oleh seorang biksu kepada seorang sarjana Buddha.

Ini melibatkan sebuah desa di pegunungan tinggi yang penduduknya diteror oleh Yeti. Yeti dikenal sebagai peniru yang baik, yang akan mengawasi perilaku manusia dan mencoba menirunya.

Berbekal pengetahuan tersebut, pada malam hari, penduduk desa yang pemberani pergi ke beberapa tebing terdekat, di mana penduduk yakin Yeti diketahui sedang melihat mereka.

Penduduk membawa pedang kayu, beberapa kendi besar berisi air, lalu duduk, berpura-pura gembira saat mereka mulai meminum air. Saat semua air habis, mereka berdiri, berpura-pura berkelahi dengan pedang kayu kemudian kembali ke desa.

Malam berikutnya mereka pergi lagi ke tebing, tetapi kali ini mereka meninggalkan kendi dan pedang di sana, dan kembali ke desa. Namun, kali ini kendi atau guci itu berisi rakshi atau alkohol buatan sendiri yang kuat dan pedangnya adalah pedang setajam pisau Gurkha.

Seperti yang diharapkan penduduk bahwa Yeti suka meniru manusia, beberapa Yeti turun dari tebing dan mulai meminum seperti yang dilakukan penduduk desa.

Dalam waktu singkat, Yeti mabuk dan bersemangat tinggi, mereka mengambil pedang dan memotong satu sama lain menjadi beberapa bagian. Sangat sedikit Yeti yang selamat dan sejak hari itu, mereka yang selamat berhenti meniru perilaku manusia.


Dalam program tersebut, Andrew mengatakan bahwa Yeti kemungkinan dapat mengenali aroma manusia dan akan mulai bergerak menjauh saat ada manusia di dekat mereka.

Jika mereka meniru manusia dengan baik, dan suka memata-matai manusia, mereka akan dengan mudah mempelajari fungsi kamera, atau mungkin menghindari berada di dekat kamera tersebut.

Sebuah kepercayaan umum mengatakan bahwa Yeti tidak dapat menekuk tubuhnya, sebuah ciri yang dianggap berhubungan dengan roh jahat.

Menurut penulis Kunzang Choden, ini menjelaskan mengapa sebagian besar rumah tradisional Bhutan memiliki pintu yang kecil.

Kama Tschering memberi tahu apa yang dia ketahui tentang Yeti :

"Menurut cerita yang saya dengar dari orang tua dan kakek nenek saya, rambut Yeti mirip dengan monyet, tetapi tangan dan kakinya lebih seperti milik kita - tetapi sangat besar. Yeti juga dikatakan memiliki rambut panjang dan tebal di kepalanya yang jatuh ke dadanya."

Orang terakhir di Chendebji yang telah melihat kemungkinan bukti Yeti adalah petani muda bernama Norbu.

Norbu pernah menemukan sesuatu yang sangat tidak biasa, sarang yang terbuat dari batang anyaman bambu yang rumit.

"Yeti telah mematahkan pohon bambu, melipatnya menjadi bentuk setengah lingkaran, dengan dua ujung bambu di tanah. Yeti kemudian tidur di dalamnya. Saya bisa melihat bekas yang ditinggalkan oleh Yeti di dalam sarang."

Berita tentang sarang itu menyebar ke luar desa dan dua bulan kemudian, dua pria tiba dan meminta untuk melihatnya secara langsung.

Norbu setuju, berhenti bekerja, dan menunjukkan sarang tersebut kepada mereka, namun karena perjalanan begitu jauh, mereka bertiga harus bermalam di sarang Yeti, dan semuanya berjalan dengan aman.

Menurut Norbu, sekarang orang tidak perlu naik ke gunung untuk mengumpulkan kayu atau menggembala hewan mereka. Penduduk memasak dengan menggunakan gas, dan pola pertanian telah berubah.

Pada hari-hari sebelum adanya listrik, sebagian besar penduduk setempat akan menghabiskan hari-hari mereka dengan mencari kayu bakar untuk menyalakan kompor, dan berjalan ke padang rumput yang tinggi untuk menggembala yak dan kambing mereka.

Dalam banyak hal, kehidupan telah membaik, tetapi sisi negatifnya, dengan sedih Norbu mengatakan bahwa tidak ada cerita baru untuk diceritakan kepada anak-anak.

"Kami belum pergi ke pegunungan selama lebih dari dua dekade sekarang ini dan kami benar-benar tidak yakin apakah Yeti masih berada di pegunungan kami.

"Saya tidak berpikir ada orang yang akan menemukannya. (Yeti) hanya hewan yang pintar. Bermigrasi dari satu tempat ke tempat lain, dan dengan sedikit orang yang naik ke sana (pegunungan), mungkin (Yeti) tidak akan pernah ditemukan. Tapi saya tahu, itu ada !.
"

(Sumber : Why don't people see the yeti any more?)