Malaysia Airlines Penerbangan 370 (juga dikenal sebagai MH370 atau MAS370) adalah penerbangan penumpang internasional terjadwal yang menghilang pada tanggal 8 Maret 2014 dalam perjalanan dari Bandar Udara Internasional Kuala Lumpur ke Bandar Udara Internasional Ibu Kota Beijing.
Awak Pesawat Boeing 777-200ER terakhir kali melakukan kontak dengan pengawas lalu lintas udara kurang dari satu jam (sekitar 38 menit) setelah lepas landas di atas Laut Cina Selatan.
Dioperasikan oleh Malaysia Airlines (MAS), pesawat ini mengangkut 12 awak kabin dan 227 penumpang dari 15 negara, kebanyakan di antaranya adalah warga negara Tiongkok.
Pesawat ini berangkat dari Bandar Udara Internasional Kuala Lumpur pada tanggal 8 Maret pukul 00:41 waktu setempat (16:41 UTC, 7 Maret) dan dijadwalkan mendarat di Bandar Udara Internasional Ibu Kota Beijing pukul 06:30 waktu setempat (22:30 UTC, 7 Maret).
Saat naik ke ketinggian 35.000 kaki (11.000 m) dengan kecepatan udara 471 knot (542 mph; 872 km/h), komunikasi dan sinyal transponder pesawat ini hilang.
Sinyal lisan (verbal) terakhir kepada lalu lintas udara terjadi pada 01:19:30, saat Kapten Zaharie mengakui transisi dari Radar Lumpur ke Kota Ho Chi Minh :
Awak pesawat diharapkan memberi sinyal kontrol lalu lintas udara di Kota Ho Chi Minh, ketika pesawat terbang ke wilayah udara Vietnam, tepat di utara, titik di mana kontak terputus.
Posisi terakhir pesawat ini per 8 Maret pukul 01:21 waktu setempat (17:21 UTC, 7 Maret) adalah 6°55′15″N 103°34′43″E / 6.92083°N 103.57861°E, sesuai titik jalur navigasi "Igari" di Teluk Thailand, dan dari situ rencananya pesawat berbelok sedikit ke arah timur.
Pelacakan militer menunjukkan bahwa pesawat ini turun ke ketinggian 12.000 kaki setelah berbelok tajam ke arah Selat Malaka. Belokan tajam ini dianggap dilakukan secara sengaja karena pesawat tersebut membutuhkan waktu 2 menit untuk berbelok seperti itu dan tidak ada panggilan darurat ketika hal ini terjadi.
Pesawat ini rencananya akan menghubungi pengawas lalu lintas udara di Kota Ho Chi Minh, ketika melewati ruang udara Vietnam tepat di utara, titik hilangnya kontak dengan pesawat.
Kapten pesawat lainnya berusaha menghubungi pilot MH370 "tepat setelah pukul 01:30," untuk menyampaikan permintaan pengawas lalu lintas udara Vietnam agar menghubungi mereka ; kapten mengatakan bahwa mereka bisa melakukan kontak, tetapi hanya mendengar pesan yang tidak jelas dan suara statis.
Malaysia Airlines (MAS) mengeluarkan pernyataan media pada pukul 07:24, satu jam setelah kedatangan terjadwal penerbangan MH370 di Beijing.
Pernyataan tersebut mengatakan bahwa Air Traffic Control (ATC) Malaysia kehilangan kontak dengan pesawat pada pukul 02:40. Malaysia Airlines mengatakan bahwa pemerintah telah memulai operasi pencarian dan penyelamatan.
Kemudian, diketahui bahwa ATC kehilangan kontak dengan pesawat pada pukul 01:22, dan memberi tahu Malaysia Airlines pukul 02:40.
Baik awak kabin maupun sistem komunikasi pesawat, tidak mengirimkan sinyal darurat, indikasi cuaca buruk, atau masalah teknis lain sebelum menghilang dari layar radar.
Kata-kata terakhir yang didengar pengawas lalu lintas udara Malaysia pada pukul 01:19 adalah suara co-pilot yang mengatakan, "All right, good night".
New Scientist melaporkan bahwa, sebelum pesawat hilang, dua laporan ACARS (transmisi pesan singkat antara pesawat dan stasiun darat melalui radio) telah dikeluarkan secara otomatis kepada pusat pengawasan produsen mesin Rolls-Royce di Britania Raya.
The Wall Street Journal, mengutip sumber di dalam pemerintah Amerika Serikat, yang menulis bahwa Rolls-Royce menerima laporan operasi pesawat setiap tiga puluh menit selama lima jam, artinya pesawat ini masih terbang selama empat jam setelah transpondernya mati.
Keesokan harinya, Menteri Transportasi Malaysia (sementara) membantah laporan The Wall Street Journal bahwa transmisi mesin terakhir diterima pukul 01:07, sebelum pesawat menghilang dari radar sekunder.
Laporan selanjutnya dari Reuters menyebut bahwa buktinya mungkin berupa "ping" yang dikirim oleh sistem komunikasi pesawat, bukan data (laporan telemetri).
The Wall Street Journal kemudian mengubah laporannya dan menyatakan bahwa keyakinan pesawat tersebut masih terbang "didasarkan pada analisis sinyal yang dikirim oleh hubungan komunikasi satelit Boeing 777... hubungan yang dioperasikan dalam mode siaga (standby) dan berusaha menjalin kontak dengan sebuah satelit atau beberapa satelit. Transmisi ini tidak menyertakan data..."
Inmarsat mengatakan bahwa "sinyal otomatis rutin tercatat" di jaringannya, dan seorang eksekutif perusahaan menambahkan bahwa "pesan hidup" terus dikirimkan setelah pengawas lalu lintas udara pertama kali kehilangan kontak, dan "sinyal-sinyal ping" ini dapat dianalisis untuk membantu memperkirakan lokasi pesawat.
Inmarsat (operator telepon satelit Britania Raya) menyatakan bahwa analisis mereka didasarkan pada pengukuran efek Doppler pada transmisi "ping" pesawat.
Pada tanggal 14 Maret, The Independent menulis bahwa, berdasarkan pengiriman ping yang rutin oleh pesawat, pesawat ini mungkin tidak terbelah (disintegrasi) di udara atau mengalami peristiwa mendadak lain : "semua sinyal – ping ke satelit, pesan data, dan transponder – pasti berhenti pada waktu yang sama".
Setelah Serangan 11 September 2001, ketika transponder di tiga pesawat yang dibajak dimatikan, banyak pihak mengusulkan pemasangan transponder otomatis, tetapi tidak ada perubahan yang dilakukan karena para pakar penerbangan lebih memilih kendali yang fleksibel seandainya suatu saat perlu diset ulang akibat arus pendek atau kesalahan teknis.
Menurut media Tiongkok, kerabat keluarga penumpang mendengar nada sambung ketika mereka menelepon penumpang di dalam pesawat Penerbangan 370.
Meski begitu, klaim ini diabaikan karena Penerbangan 370 tidak dilengkapi stasiun pemancar (base station) yang ditawarkan oleh beberapa maskapai penerbangan dengan layanan telepon seluler dalam penerbangan, dan jarak dari menara pemancar, ketinggian penerbangan, dan selubung badan pesawat membuat transmisi jenis apapun sangat tidak mungkin terjadi.
Pada tanggal 24 Maret, Malaysia Airlines mengumumkan :
"Menggunakan analisis yang belum pernah digunakan dalam investigasi [pesawat] seperti ini... Inmarsat dan AAIB telah menyimpulkan bahwa MH370 terbang di sepanjang koridor selatan, dan posisi terakhirnya berada di tengah Samudera Hindia di sebelah barat Perth. Ini adalah lokasi terpencil yang jauh dari tempat pendaratan mana pun. Dengan kesedihan dan penyesalan yang mendalam saya beritahu bahwa, berdasarkan data baru ini, penerbangan MH370 berakhir di Samudera Hindia Selatan."
Pesan SMS dikirimkan oleh pihak Malaysia Airlines kepada keluarga awak dan penumpang pesawat, yang isinya "tanpa keraguan lagi" penerbangan ini dinyatakan hilang, dan bahwa kemungkinan pesawat itu jatuh, dan tidak ada korban yang selamat.
Pada tanggal 11 Maret, radar militer melapor dan menunjukkan bahwa pesawat ini telah berbelok ke barat dan terus terbang selama 70 menit sebelum menghilang dari radar Malaysia di dekat Pulau Perak, dan pesawat tersebut terlacak sedang terbang di ketinggian yang lebih rendah melintasi Malaysia ke Selat Malaka.
Lokasinya diperkirakan 500 kilometer (310 mi) dari kontak terakhirnya dengan radar sipil. Keesokan harinya, kepala Angkatan Udara Kerajaan Malaysia membantah laporan bahwa hasil lacakan tersebut tidak boleh disalah artikan.
Menurut Wakil Menteri Transportasi Vietnam, Pham Quy Tieu, "Kami sudah memberi tahu Malaysia pada hari kehilangan kontak dengan pesawat bahwa kami melihat pesawat tersebut berbelok kembali ke barat, namun tidak ditanggapi oleh Malaysia."
Para pakar dari Amerika Serikat, ditugaskan untuk membantu penyelidikan secara teliti, sesuai aturan tanggung jawab, menganalisis data radar dan langsung melaporkan bahwa data radar itu memang memperlihatkan bahwa pesawat terbang ke barat melintasi Semenanjung Malaya.
Reuters dan The New York Times menulis bahwa perubahan rute ini menunjukkan bahwa pesawat berada di bawah kendali pilot yang sudah terlatih. The New York Times juga menulis bahwa pesawat mengalami perubahan ketinggian yang besar.
Walaupun Bloomberg News mengatakan bahwa analisis "ping" satelit terakhir bisa jadi menandakan lokasi terakhir sekitar 1000 mil (1600 km) di sebelah barat Perth, Australia, pada 15 Maret, Perdana Menteri Malaysia Najib Razak mengatakan bahwa sinyal terakhir tersebut, diterima pukul 08:11 waktu Malaysia, mungkin berasal dari kawasan utara di sekitar Kazakhstan.
Najib menjelaskan bahwa sinyal-sinyal itu pasti berada di salah satu dari dua lokasi potensial : lokasi utara yang membentang kira-kira dari perbatasan Kazakhstan dan Turkmenistan hingga Thailand Utara, atau lokasi selatan yang membentang dari Indonesia sampai Samudera Hindia selatan.
Namun, tak satu pun negara di rute penerbangan utara–Tiongkok, Thailand, Kazakhstan, Pakistan, dan India, yang memiliki bukti bahwa pesawat tersebut memasuki ruang udara mereka.
Pemadaman seluruh komunikasi kabin secara mendadak di pesawat juga memunculkan dugaan bahwa hilangnya pesawat diakibatkan oleh aksi kriminal.
Menanggapi insiden ini, pemerintah Malaysia mengerahkan Departemen Penerbangan Sipil, Angkatan Udara, Angkatan Laut, dan Maritime Enforcement Agency, serta meminta bantuan internasional melalui Five Power Defence Arrangements dan bantuan dari negara-negara tetangga.
Berbagai negara melancarkan misi pencarian dan penyelamatan di perairan Asia Tenggara. Dalam kurun dua hari, negara yang terlibat telah mengirim lebih dari 34 pesawat dan 40 kapal ke kawasan tersebut.
Comprehensive Nuclear-Test-Ban Treaty Organization Preparatory Commission menganalisis informasi dari serangkaian stasiun deteksi suara infra milik mereka, tetapi gagal menemukan suara apa pun yang dikeluarkan oleh Penerbangan 370.
Pada 17 Maret, 11 negara lainnya ikut bergabung dalam misi pencarian, setelah Malaysia meminta lebih banyak bantuan dan total akhirnya mencapai 26 negara.
Meski tidak berpartisipasi dalam pencarian, Sri Lanka mengizinkan pesawat pencari memakai ruang udara mereka.
Pada tanggal 12 Maret, pihak berwenang mulai menyisir Laut Andaman di barat laut Selat Malaka. Pemerintah Malaysia meminta bantuan India untuk mencari pesawat di area tersebut.
Tanggal 13 Maret, Sekretaris Pers Gedung Putih mengatakan bahwa "wilayah pencarian lainnya mungkin akan ditambahkan di Samudera Hindia berdasarkan informasi terbaru", dan seorang pejabat senior di The Pentagon berkata kepada ABC News : "Kami menduga pesawat itu jatuh di Samudera Hindia."
Upaya pencarian dan penyelamatan gabungan yang kabarnya merupakan yang terbesar sepanjang sejarah, dilancarkan di Teluk Thailand dan Laut Tiongkok Selatan. Wilayah pencariannya diperluas hingga Selat Malaka dan Laut Andaman.
Tanggal 20 Maret, Perdana Menteri Australia, Tony Abbott, mengumumkan di hadapan parlemen bahwa dua objek yang mungkin terkait dengan pesawat, salah satunya sepanjang 24 meter, tertangkap oleh satelit di Samudera Hindia pada tanggal 16 Maret, 2.500 km di barat daya Perth (koordinat 44°03′02″S 91°13′27″E / 44.05056°S 91.22417°E), yang kedalaman lautnya bisa mencapai 5.000 meter.
Tanggal 22 Maret, sebuah citra satelit Tiongkok yang direkam empat hari sebelumnya, dirilis dan memperlihatkan kemungkinan serpihan pesawat sekitar 120 km (75 mi) di barat daya dekat dengan citra sebelumnya.
United States Federal Bureau of Investigation (FBI) telah mengirim ahli teknis dan agen untuk menyelidiki hilangnya pesawat. Seorang pejabat penegak hukum senior AS mengklarifikasi bahwa agen FBI belum dikirimkan ke Malaysia.
Pada 17 Maret, investigasi ini juga dibantu oleh Interpol dan otoritas penegak hukum internasional lainnya. Pejabat Amerika Serikat dan Malaysia meninjau setiap penumpang dalam daftar, termasuk dua penumpang yang dikonfirmasi sebagai pemegang paspor curian.
Dua penumpang ini kemudian diidentifikasi sebagai warga negara Iran, masing-masing berusia 19 dan 29 tahun, yang masuk ke Malaysia tanggal 28 Februari dengan menggunakan paspor Iran yang sah.
Kepala Interpol mengatakan bahwa organisasinya "menolak menyimpulkan bahwa [hilangnya pesawat] bukan insiden teroris". Kedua pria tersebut diyakini sebagai pencari suaka, dan tidak ada yang memiliki hubungan terorisme di dalam pesawat.
China Daily melaporkan bahwa ada juga seorang penumpang di Malaysia Airlines yang tidak cocok dengan nama pemegang dan nomor paspornya.
Menyadari bahwa pesawat ini mungkin dibajak oleh seseorang yang ahli (mahir), dugaan juga sempat diarahkan kepada seorang penumpang yang bekerja sebagai teknisi penerbangan untuk sebuah perusahaan penyewaan jet Swiss.
Kepolisian kemudian menggeledah rumah pilot dan co-pilot. CNN memberitakan bahwa polisi juga menyelidiki simulator penerbangan (Microsoft flight Simulator) di rumah pilot Zaharie, dan pejabat intelijen Amerika Serikat menduga orang yang berada di kokpit, bertanggung jawab atas hilangnya pesawat ini.
Pada 18 Maret, pemerintah Tiongkok mengumumkan bahwa mereka sudah memeriksa semua warga negara Tiongkok di dalam pesawat dan meniadakan kemungkinan adanya pembajak.
Komunikasi publik yang dilakukan oleh pejabat Malaysia seputar hilangnya pesawat, awalnya dipenuhi kontradiksi, seperti :
• Kepala eksekutif Malaysia Airlines, Ahmad Jauhari Yahya, awalnya mengatakan bahwa ATC terlibat kontak dengan pesawat dua jam setelah lepas landas, padahal pesawat hilang kontak dengan ATC kurang dari satu jam setelah lepas landas.
• Otoritas Malaysia awalnya melaporkan bahwa empat penumpang menggunakan paspor curian untuk menaiki pesawat. Jumlah itu kemudian dikurangi menjadi dua orang, satu dari Italia dan satu dari Austria.
• Malaysia secara terburu-buru memperluas wilayah pencarian ke barat pada tanggal 9 Maret, dan baru pada hari itu mengungkapkan bahwa radar militer mendeteksi pesawat berbelok ke barat. Hal ini kemudian dibantah oleh Rodzali Daud.
• Otoritas Malaysia mengunjungi rumah pilot Zaharie dan co-pilot Fariq pada tanggal 15 Maret. Mereka menyita sebuah simulator penerbangan milik Zaharie. Kepala kepolisian Malaysia, Khalid Abu Bakar, mengatakan bahwa ini adalah kunjungan pertama polisi ke rumah tersebut. Tanggal 17 Maret, pemerintah membantahnya dengan mengatakan bahwa polisi pertama kali mengunjungi rumah pilot dan co-pilot sehari setelah pesawat dinyatakan hilang, meski ini sudah dibantah sebelumnya.
• Tanggal 16 Maret, Menteri Transportasi sementara Malaysia membantah pernyataan Perdana Menteri seputar waktu data dan komunikasi terakhir yang diterima. Najib Razak mengatakan bahwa sistem ACARS dimatikan pukul 01:07, sedangkan Hishammuddin mengatakan bahwa transmisi ACARS terakhir diterima pukul 01:07, dan transmisi yang dijadwalkan pukul 01:37 tidak pernah terkirim.
• Tiga hari kemudian, setelah berkata bahwa pesawat tidak mengangkut muatan berbahaya, kepala eksekutif Malaysia Airlines, Ahmad Jauhari Yahya, mengatakan bahwa kargo baterai lithium yang mudah terbakar ada di dalam pesawat.
The New York Times menulis bahwa pemerintah Malaysia dan maskapai penerbangan merilis informasi yang tidak tepat, kurang lengkap, dan kadang-kadang tidak akurat, dan mencatat bahwa informasi dari pejabat sipil kadang kontradiktif dengan informasi dari pejabat militer.
Pejabat Malaysia dikritik setelah informasi yang berlawanan masih saja dirilis, salah satunya adalah informasi mengenai titik dan waktu kontak terakhir dengan pesawat. Malaysia Airlines juga dikritik karena tidak mau mengungkapkan manifest (daftar muatan barang) kargonya.
Pemerintah Malaysia menolak permintaan pengungkapan manifest kargo MH370 secara terperinci. Negara dan pihak pencari yang terlibat dalam proses pencarian dan penemuan di laut mengungkapkan rasa frustrasi mereka. AMSA menyatakan kekhawatirannya karena kerahasiaan manifest tersebut bisa mengganggu upaya pencarian di Samudera Hindia.
Malaysia awalnya menolak merilis data mentah dari radar militer mereka karena menganggapnya "terlalu sensitif", namun pada akhirnya dirilis juga.
Sejumlah pakar pertahanan mengatakan bahwa memberi negara lain akses ke informasi radar, bisa bersifat sensitif di ranah militer. Misalnya, "tingkat pengambilan gambar mereka pada saat yang bersamaan mengungkapan seberapa bagus sistem radar mereka".
Ada pihak yang menduga bahwa beberapa negara mungkin sudah memiliki data radar tentang pesawat tersebut dan tidak mau membagikan informasi yang mungkin dapat membocorkan kemampuan pertahanan dan mengganggu keamanan mereka.
Sama halnya kapal selam yang berpatroli di Laut Tiongkok Selatan, mereka mungkin memiliki informasi seandainya terjadi tabrakan di air, dan pembagian informasi ini dapat mengungkap lokasi kapal selam tersebut dan kemampuan pendengarannya.
Akan tetapi, The Guardian mencatat bahwa pemberian izin Vietnam kepada pesawat Tiongkok untuk merambah ruang udaranya merupakan tanda kerja sama yang positif.
Negara Vietnam menunda sementara operasi pencariannya setelah Wakil Menteri Transportasi Vietnam mengakui bahwa pejabat Malaysia sedikit sekali berkomunikasi, saat mereka meminta informasi lebih lanjut.
Pemerintah Tiongkok, melalui Xinhua News Agency, mengatakan bahwa pemerintah Malaysia harus memimpin dan melaksanakan operasi dengan transparansi yang lebih besar. Kritik juga diarahkan pada penundaan upaya pencarian.
Sebuah laporan di The Wall Street Journal menulis bahwa Inmarsat telah menyediakan data kepada pihak berwenang sejak 11 Maret (tiga hari setelah pesawat hilang), artinya pesawat tersebut memang tidak berada di Teluk Thailand dan Laut Tiongkok Selatan yang waktu itu sedang disisir.
Informasi tersebut baru diakui dan dirilis di hadapan publik oleh Perdana Menteri Malaysia Najib Razak pada konferensi pers tanggal 15 Maret.
Penerbangan 370 dioperasikan menggunakan Boeing 777-2H6ER,[b] nomor seri 28420, registrasi 9M-MRO.
Pesawat ini dirancang untuk mengangkut 282 penumpang – 35 penumpang di kelas bisnis dan 247 penumpang di kelas ekonomi.
9M-MRO telah terbang selama 53.460 jam, memiliki 7.525 siklus terbang, dan sebelumnya tidak pernah terlibat insiden besar apa pun.
Meski begitu, pernah terjadi insiden kecil di Bandar Udara Internasional Pudong Shanghai pada Agustus 2012 sehingga ujung sayapnya patah.
Para pakar penerbangan umumnya menganggap Boeing 777 sebagai pesawat dengan catatan keselamatan yang "nyaris bersih" dan salah satu pesawat komersial terbaik di dunia.
Sejak penerbangan komersial pertamanya pada bulan Juni 1995, hanya dua kecelakaan serius yang pernah dialami Boeing 777 : British Airways Penerbangan 38 tahun 2008 dan Asiana Airlines Penerbangan 214 tahun 2013.
Media berita melaporkan beberapa penampakan oleh saksi mata terhadap sebuah pesawat yang sesuai dengan deskripsi Boeing 777 yang hilang, seperti berikut :
* 19 Maret - CNN melaporkan bahwa para saksi termasuk nelayan, pekerjan anjungan minyak dan orang-orang di ATOLL Kuda Huvadhoo, Maldives, melihat pesawat itu.
* Seorang nelayan mengaku telah melihat pesawat yang terbang rendah tidak biasa di pantai Kota Bharu.
* Seorang pekerja rig minyak yang berjarak 299 km di tenggara Vung Tau mengklaim melihat "objek terbakar" di langit pagi itu, sebuah klaim yang cukup kredibel (terpercaya) bagi otoritas Vietnam untuk mengirim misi pencarian dan penyelamatan.
* Nelayan Indonesia melaporkan menyaksikan kecelakaan pesawat di Selat Malaka.
* Dua hari kemudian, Daily Mail melaporkan bahwa seorang wanita Malaysia dalam penerbangan melintasi Samudera Hindia mengklaim telah melihat pesawat terbang di perairan dekat Kepulauan Andaman, pada hari pesawat itu menghilang.
*) Tiga Bulan kemudian, The Daily Telegraph, melaporkan bahwa seorang wanita Inggris yang berlayar di Samudera Hindia mengaku melihat sebuah pesawat yang terbakar.
Pada Oktober 2017, dua puluh puing-puing yang diyakini berasal dari 9M-MRO telah ditemukan di pantai Samudera Hindia bagian barat.
18 benda diidentifikasi sangat mungkin atau hampir pasti berasal dari MH370, sementara dua lainnya dinilai sebagai mungkin dari pesawat yang mengalami kecelakaan.
Pada Agustus 2017, ATSB (Australian Transport Safety Bureau) merilis dua laporan analisis citra satelit yang dikumpulkan pada 23 Maret 2014 (dua minggu setelah menghilang), dan mengklasifikasikan 12 objek di lautan sebagai "mungkin buatan manusia".
Benda pertama dari puing-puing yang diidentifikasi secara positif berasal dari MH370 adalah flaperon kanan pesawat.
Flaperon ini ditemukan pada akhir Juli 2015, di sebuah pantai di Saint-André, di Réunion, sebuah pulau di Samudera Hindia Barat.
Pada 3 September, para pejabat Prancis mengumumkan nomor seri yang ditemukan pada komponen internal flaperon, dan menghubungkannya dengan pasti ke Penerbangan 370.
Setelah penemuan itu, polisi Prancis melakukan pencarian di perairan sekitar Réunion untuk mencari puing-puing tambahan, dan menemukan koper dalam keadaan rusak yang mungkin terkait dengan Penerbangan 370. Sebotol air Cina dan produk pembersih Indonesia juga ditemukan di area yang sama.
Lokasi penemuan ini konsisten dengan model penyebaran puing-puing di daerah pencarian, di lepas pantai barat Australia.
Pada akhir Februari 2016, sebuah benda dengan tulisan "No Step" ditemukan di lepas pantai Mozambik; analisis fotorafi awal menunjukkan bahwa itu bisa berasal dari stabilizer horizontal atau ujung sayap pesawat.
Bagian tersebut dikirim ke Australia, di mana para ahli mengidentifikasinya sebagai panel stabilizer horizontal pesawat MH370.
Pada Desember 2015, Liam Lotter menemukan puing-puing berwarna abu di sebuah pantai di selatan Mozambik, dan kemudian diterbangkan ke Australia untuk dianalisis.
Puing itu memiliki kode stensil 676EB, yang diidentifikasi sebagai bagian dari flap track fairing Boeing 777.
Gaya di mana huruf itu dicat ke stensil, cocok dengan fairing yang digunakan oleh Malaysia Airlines, membuatnya hampir pasti bahwa bagian itu berasal dari 9M-MRO.
Lokasi di mana kedua potongan itu ditemukan konsisten dengan model aliran arus air yang dilakukan CSIRO (Commonwealth Scietific and Industrial Research Organization), dan semakin menguatkan bahwa itu berasal dari Penerbangan 370.
Pada 7 Maret 2016, lebih banyak puing (mungkin dari pesawat) ditemukan di Pulau Réunion.
Ab Aziz Kaprawi (Wakil Menteri Transportasi Malaysia), mengatakan bahwa "benda berwarna abu yang tidak teridentifikasi dengan garis biru," mungkin terkait dengan Penerbangan 370.
Pada 21 Maret 2016, arkeolog Afrika Selatan, Neels Kruger menemukan puing-puing di pantai dekat Teluk Mossel, Afrika Selatan, yang memiliki logo parsial Rolls-Royce, pembuat mesin pesawat MH370. Ab Aziz Kaprawi mengatakan ini mungkin bagian dari penutup mesin pesawat.
Pada akhir Maret 2016, puing tambahan yang disarankan berasal dari bagian dalam pesawat ditemukan di Pulau Rodrigues, Mauritius, dan diperiksa oleh otoritas Australia.
Pada 11 Mei 2016, otoritas menetapkan bahwa dua puing-puing tersebut "hampir pasti" berasal dari Penerbangan 370.
Pada Juni 2016, Darren Chester (Menteri Transportasi Australia), mengatakan bahwa potongan puing pesawat telah ditemukan di Pulau Pemba, di lepas pantai Tanzania. Puing itu diserahkan ke pihak berwenang sehingga para ahli dari Malaysia dapat menentukan apakah itu bagian dari pesawat atau bukan.
Pada 20 Juli, pemerintah Australia merilis foto puing-puing tersebut, yang diyakini sebagai outboard flap dari salah satu sayap pesawat.
Pada 15 September, Kementrian Transportasi Malaysia mengonfirmasi bahwa puing-puing itu memang dari pesawat yang hilang.
Pada bulan Oktober, potongan sayap yang ditemukan di Indian Ocean Island Mauritius, telah diidentifikasi oleh pihak berwenang Malaysia dan Australia sebagai milik Penerbangan 370.
Pada tahun 2018, para penyelidik mengklaim telah memecahkan misteri Penerbangan MH370.
Menurut beberapa outlet berita, para ahli keselamatan udara terkemuka mengatakan bahwa kapten pesawat sengaja menabrakkan pesawat itu dalam misi bunuh diri (pembunuhan-bunuh diri) yang direncakanan dengan cermat.
Kapten Zaharie Ahmad diduga depressurized pesawat, sehingga membuat semua orang di dalam pesawat tidak sadarkan diri.
*) depressurized : membuat tekanan udara menjadi lebih rendah. Jika kabin tertekan (depressurizes), masker oksigen otomatis akan jatuh ke bawah)
Itu akan menjelaskan mengapa tidak ada yang berusaha melakukan panggilan darurat atau SMS, saat pesawat berbelok tajam.
Baik awak pesawat maupun sistem komunikasi pesawat, keduanya tidak menyampaikan sinyal indikasi cuaca buruk, atau masalah teknis lain sebelum pesawat menghilang dari radar.
Para ahli dalam "60 Minutes" (program berita investigasi di CBS News) mencoba menggambarkan skenario pesawat yang tidak banyak diketahui orang banyak.
Mereka menduga bahwa hilangnya dan kecelakaan Penerbangan 370 merupakan tindakan pembunuhan massal yang sudah direncanakan sebelumnya, oleh Kapten Zaharie.
Zaharie dengan simulator penerbangan miliknya |
Para ahli percaya bahwa, pertama-tama Zaharie membuat pesawat depressure, menghilangkan kesadaran siapa saja yang berada di pesawat yang tidak menggunakan masker oksigen.
Hal tersebut menjelaskan keheningan dari pesawat saat melakukan belokan yang tidak biasa, sehingga tidak ada sinyal mayday dari radio pesawat, tidak ada pesan selamat tinggal terakhir, tidak ada panggilan darurat, dan semua penumpang tidak memiliki cara untuk mengetahui bahwa mereka berada di jalan panjang menuju kematian mereka.
Itu juga akan menjelaskan siapa pun yang memegang kendali memiliki waktu untuk melakukan manuver pesawat ke lokasi terakhirnya.
Tim "60 Minutes", termasuk spesialis penerbangan, mantan kepala Biro Transportasi Australia yang bertugas menyelidiki kecelakaan MH370, dan seorang ahli kelautan, menawarkan apa yang mereka yakini sebagai teori (atau skenario) yang paling mungkin untuk misteri hilangnya Penerbangan 370.
"Hal yang paling banyak dibicarakan adalah bahwa pada titik di mana pilot mematikan transponder, dia depressure pesawat, yang akan melumpuhkan para penumpang."
"Dia bunuh diri. Sayangnya, dia membunuh semua orang di dalamnya. Dan dia melakukannya dengan sengaja."
Dugaan ini mungkin menjelaskan keanehan tentang jalur penerbangan terakhir pesawat, yaitu belokan tak terduga ke arah kiri.
"Kapten Zaharie menurunkan sayapnya untuk melihat Penang, kota kelahirannya."
"Jika anda melihat dengan sangat teliti, anda dapat melihat (pesawat) itu sebenarnya berbelok ke kiri, dan kemudian mulai berbelok panjang ke kanan. Dan kemudian [dia melakukan] belokan ke kiri lagi."
"Jadi saya menghabiskan banyak waktu untuk memikirkan apa yang terjadi ini, alasan teknis apa yang ada untuk (menjelaskan) ini, dan, setelah dua bulan, tiga bulan memikirkan hal ini, saya akhirnya mendapatkan jawabannya : Seseorang sedang melihat keluar jendela."
"Itu mungkin perpisahan yang panjang dan emosional. Atau perpisahan yang singkat dan emosional ke kota kelahirannya."
Para ahli mencoba menjawab salah satu pertanyaan seputar penerbangan ini :
"Bagaimana sebuah pesawat modern yang dilacak oleh radar dan satelit bisa hilang begitu saja ?."
Mereka mengatakan, jawabannya karena, Zaharie menginginkan hal tersebut. Zaharie, yang memiliki hampir 20.000 pengalaman jam terbang dan telah membangun simulator penerbangan di rumahnya, mengetahui secara persis bagaimana untuk melakukannya.
Misalnya, pada satu titik, Zaharie terbang di dekat perbatasan Malaysia dan Thailand, melalui lintasan yang bersilangan pada wilayah udara keduanya. Namun, kedua negara tidak mungkin melihat pesawat itu sebagai ancaman karena berada di tepi wilayah udara mereka.
Pilot dan instruktur senior Boeing 777, Simon Hardy, mengatakan kepada "60 Minutes" bahwa Kapten menghindari deteksi radar militer dengan terbang di sepanjang perbatasan Malaysia dan Thailand.
"Kedua pengendali tidak peduli terhadap pesawat misterius ini karena, oh, itu hilang, itu tidak ada di ruang udara kita lagi."
"Jika anda menugaskan saya untuk melakukan operasi (seperti) ini dan mencoba untuk menghilangkan (pesawat) 777, saya akan melakukan hal yang sama. Sejauh saya saya tahu, itu terbang sangat akurat, dan itu berhasil."
Menurut news.com.au, Kapten Zaharie dan co-pilot Fariq Abdul Hamid adalah tersangka utama dalam hilangnya pesawat MH370 sejak awal.
CBS News melaporkan bahwa puing-puing yang ditemukan sejauh ini, mungkin membuktikan bahwa kapten Zaharie memiliki kendali atas pesawat dan bahwa itu bukan kecelakaan berkecepatan tinggi.
Namun, kepada CBS News, beberapa anggota keluarga korban MH370 tidak akan yakin, tanpa adanya bukti forensik.
Menurut Sara Norton (skeptis), teori yang diajukan "60 Minutes" memiliki kesamaan dengan yang sebelumnya, tentang nasib MH370 :
"Itu semua adalah dugaan. Pada dasarnya itu sama dengan segala sesuatu yang terjadi dengan penerbangan ini. Ini semua asumsi dan anggapan dan opini."
"Merek tidak memiliki fakta yang mendukung untuk mendukung semua itu, dan kami tidak pernah memiliki sesuatu untuk menguatkan."
Pada Oktober 2017, studi aliran arus akhir percaya bahwa lokasi tabrakan yang paling mungkin berada di sekitar 35.6°S 92.8°E. Pencarian terhadap koordinat ini kemudian dilakukan oleh Ocean Infinity pada Januari 2018.
Di bawah kontrak dengan pemerintah Malaysia, Ocean Infinity melakukan survei 90 hari untuk menemukan puing-puing pesawat yang hilang.
Upaya pencarian seharga 70 juta dollar ini termasuk misi untuk memindai, mengeksplorasi dan memetakan dasar laut menggunakan beberapa kendaraan tanpa awak yang cangggih.
Kepala eksekutif Ocean Infinity, Oliver Plunkett, mengatakan teknologi perusahaan telah melakukan pekerjaan dengan "sangat baik", dan mengumpulkan "sejumlah data berkualitas tinggi".
Sayangnya, setelah 138 hari dan pencarian seluas 125.000 km² (setara dengan ukuran Los Angeles), mereka tidak menemukan jejaknya, dan pesawat itu tetap hilang. Pencarian itu dimulai pada 22 Januari dan berakhir pada Juni 2018
Pesawat diyakini terletak di 4.000 hingga 6.000 meter di sepanjang "7th Arc" di Samudera Hindia Selatan, salah satu lokasi paling terpencil di dunia.
Sejauh ini, tidak ada puing-puing yang membantu mempersempit lokasi tepat dari reruntuhan utama.
Penyelidik perlu menemukan perekam data penerbangan (Flight Data Recorder) yang dapat membantu menjelaskan mengapa pesawat ini berubah arah sejauh ini.
Hilangnya Penerbangan 370 telah digambarkan sebagai "salah satu misteri terbesar dalam sejarah penerbangan modern".
Dengan tewasnya 227 penumpang dan 12 kru pesawat, menyebabkan kejadian ini sebagain insiden paling mematikan yang melibatkan Boeing 777, dan yang paling mematikan dalam sejarah Malaysia Airlines, melebihi insiden Penerbangan 17 Malaysia Airlines yang ditembak jatuh oleh rudal ketika terbang di atas Ukrania.
Tanpa adanya kotak hitam, tidak dapat dipastikan apa yang sebenarnya terjadi terhadap penerbangan tersebut.
Rahasia apa yang terjadi pada saat-saat terakhir Penerbangan 370 dan motif di balik semua itu, mungkin mati bersama pilot dan juga penumpang di dalamnya.
Meski keberadaannya masih tidak diketahui, berdasarkan analisis oleh penyelidik penerbangan Britania Raya dan perusahaan satelit Inmarsat, per 24 Maret, pejabat Malaysia Airlines dan pemerintah Malaysia percaya bahwa pesawat ini jatuh di Samudera Hindia Selatan tanpa ada korban yang selamat.
Info Tambahan !!!
(Minggu, 7 Juni 2020)
Menurut majalah The Atlantic, Kapten Zaharie sering kesepian dan sedih selama penerbangan dari Kuala Lumpur dan Beijing.
William Langewiesche (spesialis penerbangan) menulis : "Ada kecurigaan kuat di antara penyelidik di komunitas penerbangan dan intelijen bahwa dia depresi klinis."
Laporan menunjukkan bahwa Zaharie mengirim co-pilot mudanya (Fariq Abdul Hamid), yang tidak berpengalaman, untuk keluar dari kokpit, dan menguncinya sebelum depressure pesawat.
Kepada The Atlantic, salah satu teman seumur hidup Zaharie mengatakan, "Zaharie adalah seorang pemeriksa. Yang harus dia katakan adalah 'Pergi periksa sesuatu di kabin', dan orang (atau seseorang) itu akan pergi (ke kabin.)"
Teman Zaharie (yang tidak ingin disebutkan namanya), tidak tahu mengapa pilot akan melakukan hal seperti itu, tetapi berpikir itu mungkin karena keadaan emosional kapten Zaharie.
Dia menambahkan :
"Pernikahan Zaharie buruk. Di masa lalu, dia tidur dengan beberapa pramugari. Memangnya kenapa ? Kita semua melakukannya. Anda terbang di seluruh dunia dengan gadis-gadis cantik di belakang. Tetapi istrinya tahu (hal itu)."
Dia berselingkuh dengan seorang ibu beranak tiga, dan mengatakan bahwa dia menghabiskan banyak waktu mondar-mandir di kamar kosong pada hari libur sambil menunggu penerbangan berikutnya.
Teman pilot Zaharie mengatakan kepada Langewiesche bahwa dia menjadi terobsesi dengan dua model muda yang dia lihat di internet setelah istrinya meninggalkannya. Dia bahkan menulis komentar seksual kepada satu pengguna dan tidak mendapat jawaban.
Setelah mengunci co-pilot, Zaharie kemudian memastikan kematian penumpang dengan naik ke atas ketinggian untuk membuat mereka kekurangan oksigen.
Sementara masker oksigen akan turun, penggunaan masker tersebut tidak lebih dari 15 menit di ketinggian di bawah 13.000 kaki. Namun, jika pesawat berada di ketinggian 40.000 kaki, masker oksigen tidak akan berfungsi.
Langewiesche mengatakan :
"Penumpang kabin akan menjadi lumpuh dalam beberapa menit, kehilangan kesadaran, dan dengan lembut membuat (penumpang) mati tanpa tersedak atau terengah-engah."
"Suasana (saat) itu akan remang-remang oleh lampu darurat, dengan orang mati yang bersandar ke kursi mereka, di wajah mereka bersarang topeng oksigen tidak berguna yang tergantung pada tabung dari langit-langit."
Sebelum melakukan depressure, Kapten bisa mengenakan masker oksigen di kokpit sehingga dia bisa terus menerbangkan pesawat selama berjam-jam.
Sekitar waktu yang sama, saat kabin pesawat depressure, sistem listrik sengaja dimatikan sehingga membuat pesawat tidak mungkin dilacak melalui satelit.
Langewiesche menolak teori pambajakan dan bahwa belokan menuju Samudera Hindia terlalu sulit untuk dilakukan secara autopilot.
"Siapa pun yang menerbangkan MH370 pasti mematikan autopilot karena belokan pesawat ke barat daya sangat sulit sehingga harus diterbangkan dengan tangan."
Laporan oleh penulis William Langewiesche, mengatakan Zaharie terbang sendiri selama berjam-jam dengan mayat-mayat di kabin, di pesawat yang dia kendalikan.
Sebuah inspeksi FBI terhadap Microsoft Flight Simulator di rumah Zaharie, menunjukkan bahwa Kapten Zaharie telah menguji penerbangan yang secara umum cocok dengan jalur MH370, yang berakhir di Samudera Hindia setelah kehabisan bahan bakar.
Analisis data menunjukkan bahwa pesawat terbang di atas Samudera Hindia hingga kehabisan bahan bakar dan dengan keras menabrak air dengan 239 orang di dalamnya.
Beberapa bagian pesawatnya telah ditemukan, tetapi lokasi kecelakaan utamanya belum pernah ditemukan.
(Sumber : Malaysia Airlines Flight 370, Mystery of flight MH370 crash solved, investigators say MH370 mystery Experts tell '60 Minutes' that Captain Zaharie Shaw committed suicide and mass murder, MH370 pilot was 'lonely and sad' and may have 'crashed plane' in murder-suicide, 'Depressed' MH370 captain 'locked co-pilot out of cockpit and crashed jet')
Thanks..
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeletekalau kasus jt 610 sudah terungkap min?
ReplyDeleteMenurut KNKT, sebelum jatuh di perairan Tanjung Karawang, pilot melaporkan adanya gangguan pada kendali pesawat, indikator ketinggian dan indikator kecepataan. Sensor di pesawat tidak berfungsi, sehingga tanpa adanya petunjuk, pilot tidak dapat mengendalikan pesawat.
Delete"Pilot mengalami kesulitan melakukan respon yang tepat terhadap pergerakan MCAS (fitur keselamatan otomatis yang dirancang untuk mencegah pesawat mengalami stall atau kehilangan daya angkat) yang tidak seharusnya, karena tidak ada petunjuk dalam buku panduan dan pelatihan."
Terungkap juga sensor AoA atau Angle of Attack (sensor untuk mengukur arah udara untuk menentukan apakah moncong pesawat perlu dinaikkan atau diturunkan, agar pesawat tak kehilangan daya angkat) pengganti mengalami kesalahan kalibrasi yang "tidak terdeteksi pada saat perbaikan sebelumnya".
Ngeri juga jika pilot mengalami depresi masalah pribadi, kita sbg penumpang tentu tidak tahu mengenai masalah itu, dari kejadian ini harusnya maskapai lebih memperhatikan kondisi pilotnya.
ReplyDeleteMencengangkan membaca kisah yang panjang ini, yang pada akhirnya jatuh pada dugaan bunuh diri. Ironis sekali, korban jiwa jatuh hanya karena ulah satu atau dua orang.
ReplyDeleteSiapakah yang akan menjelaskan kebenaran ini?
Keluarga sang pilot pun pastinya akan menyanggah hal ini dan mungkin akan terus hidup dalam keragu-raguan, dianggap dunia sebagai dalang kecelakaan pesawat terbesar kala itu.
#ironis
Cukup ironis, tapi, dari berbagai sumber yang sudah dibaca, teori pilot bunuh diri-lah yang paling banyak disebutkan..
Delete